2019 ~ Epidemiology

Monday 13 May 2019

CACAR MONYET [Impetigo Bulosa]



CACAR MONYET atau Impetigo Bulosa adalah suatu kondisi kulit yang khas terjadi pada bayi baru lahir, dan disebabkan oleh infeksi bakteri, yang menampilkan bullae.
[1] Kondisi ini dapat disebabkan oleh toksin Eksfoliatif A.
[2] Infeksi superfisial piogenik yang terjadi dapat dibagi menjadi dua macam; Impetigo, dan impetigo non-bulosa impetigo. Impetigo bulosa disebabkan oleh Staphylococcus aureus, yang menghasilkan racun eksfoliatif, sedangkan impetigo non-bulosa disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Streptococcus pyogenes.
[3] Tiga puluh persen dari semua kasus impetigo yang terjadi terkait dengan impetigo bulosa. Impetigo bulosa pada bayi baru lahir, anak-anak, atau orang dewasa yang immunocompromised dan/atau mengalami gagal ginjal, dapat berkembang menjadi lebih parah dan bentuk umum disebut Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS). Tingkat kematian kurang dari 3% untuk anak-anak yang terinfeksi, tetapi dapat mencapai hingga 60% pada orang dewasa.


Tanda dan Gejala :
Impetigo bulosa dapat muncul di sekitar area popok, ketiak, atau leher. Bakteri menyebab produksi toksin yang akan mengurangi daya lekat antar sel (adhesi), menyebabkan lapisan atas kulit (epidermis) dan lapisan bawah kulit (dermis) menjadi terpisah. Vesikel dengan cepat membesar dan membentuk bullae yang melepuh lebih lebar dari 5 mm. Bullae juga dikenal sebagai Sindroma kulit terbakar stafilokokus. Gejala terkait lainnya adalah gatal-gatal, pembengkakan di kelenjar terdekatnya, demam, dan diare. Perlu dicatat bahwa terjadinya rasa sakit adalah sangat langka.
Efek jangka panjang: setelah koreng pada bulosa sudah terlepas, terjadinya jaringan parut adalah minimal. Efek jangka panjang yang mungkin adalah penyakit ginjal.

Etiologi :
Penularan dapat terjadi pada bangsal rumah sakit dan ruang perawatan anak, serta dapat ditularkan antar orang. Banyak juga terjadi melalui olahraga dengan kontak fisik. Oleh karena itu, disarankan agar pasien dapat membatasi sebanyak kontak dengan orang lain untuk membatasi penularan infeksi.

Penularan :
Setelah 48 jam penyakit ini dianggap tidak lagi menular dengan asumsi perawatan dengan antibiotik yang tepat telah diberikan.

Patogenesis :
Toksin eksfoliatif (racun pengelupas) adalah serin protease yang secara khusus mengikat dan membelah desmoglein 1 (Dsg1). Penelitian terdahulu memperkirakan bahwa racun pengelupas mengikat gangliosida, menyebabkan pelepasan protease oleh keratinosit yang bertindak sebagai superantigens dalam stimulasi sistem kekebalan kulit. Penelitian terbaru menyarankan adanya tiga macam racun pengelupas; yaitu ETA, ETB, dan ETD yang bertindak sebagai serin protease yang spesifik terhadap asam glutamat, dengan spesifisitas yang terkonsentrasi. Hasilnya adalah pembelahan pada Dsg1 manusia di situs yang unik setelah residu asam glutamat menyebabkan deaktivasi. Proteolisis dari ikatan peptida yang mengarah ke disfungsi Dsg1 dan desmosome, membuat dapat dipahami mengapa bulosa terbentuk, sehingga diketahui bahwa ikatan peptida adalah penting agar Dsg1 berfungsi yang tepat.

Diagnosis :
Mengamati penampilan fisik kulit, atau menyeka kultur lesi dari S. aureus. Penyekaan hidung dari anggota keluarga terdekat pasien diperlukan untuk mengidentifikasi apakah mereka pembawa asimtomatik dari S. aureus.

Pencegahan :
Sejak patogen umum yang terlibat dengan impetigo adalah bakteri alami yang ditemukan pada kulit, paling pencegahan (terutama pada anak-anak), ditargetkan tepat kebersihan, membersihkan luka, dan meminimalkan menggaruk (yaitu dengan menjaga kuku dipangkas dan pendek). Menghindari kontak dekat dan berbagi barang-barang seperti handuk dengan potensi individu yang terinfeksi juga dianjurkan.
[ Dapat juga dibaca di : Wikipedia ]

Sunday 5 May 2019

KOTA JAMBI DALAM ANGKA 2018

KOTA JAMBI DALAM ANGKA 2018. Perkembangan Kota Jambi Tahun 2018 dapat disampaikan dalam sebuah publikasi yang diterbitkan oleh BPS Kota Jambi yang berisikan tentang berbagai informasi yang ada dalam wilayah Kota Jambi. Informasi yang tersaji meliputi potensi alam/pertanian, kependudukan, pemerintahan, dan informasi sosial ekonomi. Penyajian data selengkapnya bisa di DOWNLOAD DISINI

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Jambi Tahun 2018

Thursday 2 May 2019

RISKESDAS 2018

Pengumpulan data Riskesdas yang dilakukan pada 300.000 sampel rumah tangga (1,2 juta jiwa) telah menghasilkan beragam data dan informasi yang memperlihatkan wajah kesehatan Indonesia. Data dan informasi ini meliputi Status Gizi; Kesehatan Ibu; Kesehatan Anak; Penyakit Menular; Penyakit Tidak Menular, Kesehatan Jiwa, dan Kesehatan Gigi Mulut; Disabilitas dan Cidera; Kesehatan Lingkungan; Akses Pelayanan Kesehatan; dan Pelayanan Kesehatan Tradisional. Hasil laporan RISKESDAS 2018 silahkan DOWNLOAD DI SINI

Wednesday 24 April 2019

SURVEILANS DEMAM LASSA DAN EBOLA

DEMAM LASSA saat ini merebak di berbagai daerah di Nigeria, berdasarkan  data dan Nigeria Centre for Disease  Control (NCOC) pada minggu ke 1-18  tahun 2018 melaporkan kasus konfirmasi Demam Lassa sebanyak 423 (kematian 106), dan 10 kasus probable (10 kematian).  Sehubungan  dengan situasi tersebut, berdasarkan informasi yang disampaikan Kedutaan   Besar  RI  di  Abuja   Nigeria No. B-00090/Abujal180426 tanggal 26/04/2018, pemerintah  Nigeria  akan  melaksanakan pengawasan  ketat dan menjamin  tidak  akan ada rombongan haji yang terjangkit Demam Lassa.
Selain  kejadian di atas juga  terjadi  KLB penyakit  virus  Ebota di  Negara Demokratik Republik of  Congo   (ORC).   Kejadian   ini  merupakan KLB   yang   kesembilan   sejak ditemukannya penyakit virus Ebola di negara itu pada tahun 1976. Mulai  tgl 4 April sampai 13 Mei  2018 dilaporkan sebanyak  39  kasus,    termasuk  2  kasus  konfirmasi,  20  kasus probable (termasuk 18 kematian), dan 17 suspek penyakit virus Ebola.

Surveilans Epidemiologi Demam Lassa dan Ebola, dapat Anda DOWNLOAD DISINI.


Sumber: SE tentang Demam Lassa dan Penyakit Virus Ebola, Kementerian Kesehatan RI 2018-Ditjen PP dan PL; 

Sunday 21 April 2019

DEMAM CHIKUNGUNYA

Demam Chikungunya merupakan salah satu penyakit potensial wabah, karena faktor kecepatan penyebaran sehingga menimbulkan keresahan dan menurunnya produktivitas pada penderita. Vektor penular penyakit Chikungunya adalah nyamuk Aedes spp. dan Aedes Albopictus. Sebagaimana kita ketahui, nyamuk ini juga merupakan penular Demam Berdarah Dengue (DBD).


Strategi utama pengendalian Demam Chikungunya antara lain dapat dilakukan, antara lain:
  1. Menggerakan dan memberdayakan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan  Demam Chikungunya
  2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas 
  3. Meningkatkan sistem surveilans epidemiologi Demam Chikungunya
  4. Meningkatkan sumber daya dalam upaya pengendalian Demam Chikungunya
Etiologi
Virus Chikungunya adalah Arthopod borne virus yang ditransmisikan oleh beberapa spesies nyamuk. Hasil uji Hemaglutinasi Inhibisi dan uji Komplemen Fiksasi, virus ini termasuk genus alphavirus (“Group A” Arthropod-borne viruses) dan famili Togaviridae. Sedangkan DBD disebabkan oleh “Group B” arthrophod¬borne viruses (flavivirus).

Vektor Penular Chikungunya
Vektor utama penyakit ini sama dengan DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. sebagaimana diketahui Nyamuk jenis ini mengalami metamorfosis sempurna, yaitu: telur – jentik (larva) – pupa – nyamuk. Stadium telur, jentik dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (Pupa) berlangsung antara 2–4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.

Habitat Perkembangbiakan
Habitat perkembangbiakan vialah vektor ini pada tempat-tempat yang dapat menampung air, dengan habitat perkembangbiakan dikelompokkan sebagai berikut:

  1. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum, tangki  reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
  2. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minum  burung, vas bunga, perangkap semut, bak kontrol pembuangan air, tempat pembuangan air kulkas/dispenser, barang-barang bekas (contoh : ban, kaleng, botol, plastik, dll).
  3. Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu dan tempurung coklat/karet, dll.
Perilaku Nyamuk Dewasa   
Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di permukaan air untuk sementara waktu. Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu terbang mencari makanan. Nyamuk Aedes sp jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia daripada hewan (bersifat antropofilik). Darah diperlukan untuk pematangan sel telur, agar dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan, waktunya bervariasi antara 3-4 hari.

Jangka waktu tersebut disebut dengan siklus gonotropik. Aktivitas menggigit nyamuk biasanya mulai pagi dan petang puncak aktifitas antara pukul 09.00-10.00 pagi dan 16.00-17.00 sore. Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit. Setelah mengisap darah, nyamuk akan peristirahat pada tempat yang gelap dan lembab di dalam atau di luar rumah, berdekatan dengan habitat perkembangbiakannya. Pada tempat tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telurnya.

Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakkan telurnya di atas permukaan air, kemudian telur menepi melekat pada dinding-dinding habitat perkembangbiakannya. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu ±2 hari. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan telur sebanyak ±100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan ±6 bulan, jika tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat.

Penyebaran
Kemampuan terbang nyamuk Aedes spp betina rata-rata 40 meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes spp tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis, di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah maupun di tempat umum. Nyamuk Aedes spp dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah ± 1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas ± 1.000 m dpl, suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan nyamuk berkembangbiak.

Faktor Risiko
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan dalam penularan penyakit Chikungunya, yaitu: manusia, virus dan vektor perantara. Beberapa faktor penyebab timbulnya KLB demam Chikungunya adalah:
1.    Perpindahan penduduk dari daerah terinfeksi
2.    Sanitasi lingkungan yang buruk.
3.    Berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk (sanitasi lingkungan yang buruk)

Mekanisme Penularan
Virus Chikungunya ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes SPP Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu penelitian lebih lanjut. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus Chikungunya pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam timbul. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.

Buku Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2, dapat Anda DOWNLOAD DISINI.

Sumber: Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2, Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; 

FAKTOR RISIKO HIPERTENSI

FAKTOR RISIKO HIPERTENSI
Hipertensi telah menjadi penyakit yang umum bagi banyak orang saat ini, apalagi bagi mereka yang tinggal di kawasan perkotaan. Hipertensi menjadi salah satu faktor penyebab stroke, serangan jantung, dan juga gagal ginjal. Dan akibat terburuk dari penyakit ini adalah kematian. Karena itu, jika bisa, penyakit ini harus dicegah. Hasil survey menunjukkan bahwa, baca jurnal di SINI

Dasar Epidemiologi

EVALUASI FORMATIF DASAR EPIDEMIOLOGI (PHJ123)
Pada dasarnya evaluasi formatif digunakan untuk mengukur sejauh mana pemahaman mahasiswa terhadap materi yang diajarkan pada pokok bahasan tersebut. Indikator untuk menentukan keberhasilan atau kemajuan mahasiswa dalam evaluasi formatif adalah penguasaan kemampuan yang telah dirumuskan dalam rumusan tujuan instruksional khusus (TIK) yang telah ditetapkan. Pembahasan Soal klik di SINI

Monday 8 April 2019

Panduan Praktek Surveilans




Buku Panduan Praktek Surveilans Epidemiologi.
Praktikum surveilans epidemiologi adalah kegiatan praktik yang di lakukan di Puskesmas dengan kegiatan mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menyajikan data kasus/penyakit sehingga menjadi informasi. Informasi yang diperoleh lain dapat dipergunakan sebagai Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) terhadap terjadinya peningkatan kasus/wabah, sehingga dapat di jadikan informasi dalam pengambilan keputusan oleh pejabat yang berwenang (MDI, 2017).

Thursday 28 March 2019

GERMAS Cegah Obesitas



GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT; MENGHINDARI OBESITAS MERUPAKAN SALAH SATU UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP RISIKO PENYAKIT TIDAK MENULAR DENGAN CARA PENERAPAN PEDOMAN GIZI SEIMBANG (MDI, 2017).

 
Design by Epidemiology Themes | Bloggerized by M. Dody Izhar - Premium Blogger Themes | Field Epidemiology Training Program